Rabu, 05 Oktober 2016

PELANGI TAHUN HIJRI



Oleh: Ahmad Subhan Bajuri Mahasiswa tingkat III Universitas Al-Ahgaff – Yaman

 Kalender, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daftar hari dan bulan dalam setahun; penanggalan; almanak; takwim. Dalam kata lain, kalender merupakan himpunan beberapa waktu yang meliputi hari, bulan dan tahun. Berbicara masalah waktu Islam adalah satu-satunya agama yang secara resmi mengeluarkan statmen betapa berharganya waktu. 14 abad lalu Allah SWT. resmi mewahyukan ayat:
وَالْعَصْرِ. (العصر: 1)
“Demi masa.” (QS. Al-‘Ashr: 1)
Menurut kajian keilmuan Islam Allah SWT. sebagai Tuhan semesta alam tidak akan bersumpah menggunakan salah satu mahluk-Nya kecuali ia mahluk mulia dan bernilai tinggi. Artinya, dengan tidak langsung Allah SWT. menyeru kita, “Hai manusia, perhatikan waktu karena ia amat berharga.” Juga, sering Nabi Muhammad SAW. dalam hadits-Nya mengingatkan umat akan tipu daya setan terkait waktu. Sehingga paham terhadap anjuran ini, Imam Syafi’i (150-204 H./767-820 M.) -jauh sebelum “Time is money" digemborkan Benjamin Franklin (1706-1790 M.)- telah menegaskan, “Waktu ibarat pedang; bila tidak kau gunakan (dengan benar) ia akan menebasmu.”
Kalender Islam -atau lebih dikenal kalender hijriyah yang banyak diketahui mengacu pada hijrah Nabi Muhammad SAW. dari Makkah ke Madinah- telah melewati lika-liku perdebatan di kalangan sahabat Nabi  dan berlanjut hingga zaman ulama. Sebuah dialog interaktif untuk mengetahui hakikat. Karya kritik dan sanggahan seputar tema banyak diterbitkan. Topik yang diangkat dalam meja diskusi mereka pun juga menarik. “Penetapan dan Kodifikasi Kalender Hijriyah”. Benar, ini mungkin terlihat aneh; kalender yang menjadi acuan dan sandaran primer umat Islam tak disangka pernah ramai di bibir pembesarnya. Keanehan ini menjadi tidak aneh karena dia adalah 0,01% permasalahan yang hanya diterima siap saji juga instan tanpa harus menyelisik lebih lanjut.
Peletakan Kalender Islam
Seperti disinggung sebelumnya, tema ini sempat menjadi trending topic di kalangan sejarawan Islam. Lebih mengerucut, apakah kodifikasi itu termasuk warisan Rasulullah untuk umat ataukah kebijakan resmi kekhalifahan Sahabat Umar bin Khatthab. Begitu hangatnya perbincangan tersebut Imam Bukhari (194-256 H.) dalam Shahih-nya sengaja membuat sub judul, “Kapan Mereka Menetapkan Kalender?”.
Imam Al-‘Askari (w. 395 H.), seperti dikutip Imam As-Suyuthi (849-911 H.) dalam Tarikh Al-Khulafa menyatakan penetapan dan pembukuan kalender adalah hasil karya kekhilafahan Sahabat Umar (awail Umar). Imam Ibnu Al-Atsir (555-630 H.), sejarawan setelahnya, dalam Al-Kamil berkomentar, “Inilah yang benar dan masyhur.” Pendapat ini didukung para ahli sejarah terkemuka seperti Ibnu Katsir (700-774 H.), dan Imam Ibnu Jarir At-Thobari (224-310 H.) dengan antusias merunut argumentasinya meski dalam kesempatan yang sama juga ia tentang. Point pentingnya, pandangan ini telah disetujui para sahabat Nabi Muhammad SAW. yang hidup di era Khilafah Umariyyah antara lain Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, Thalhah dan lainnya.
Latar belakang
Kronologi yang melatar-belakangi pandangan ini tidaklah sedikit. Banyak bukti sejarah tertulis oleh tangan para sejarawan muslim dalam karya mereka. Di antaranya:
1. Ditulis oleh Imam Ibnu Al-Jawzi (508-597 H.) dalam Talqih Fuhum Ahli Al-Atsar, Imam As-Sya’bi berkata, “Suatu ketika Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari melayangkan surat (komplain dan kritik) untuk Khalifah Umar bahwa sudah selayaknya suruat-surat (resmi) kenegaraan menyantumkan tanggal. Khalifah Umar meresponnya. Pun demikian ia perlu pertimbangan para sahabat lain kapan kiranya penghitungan awal penanggalan Islam. Sebagian menyarankan dari tahun pengangkatan kenabian dan kerasulan Muhammad. Sebagian lagi di tahun wafat Beliau. Namun Khalifah Umar lebih condong untuk memulai penghitungan kalender Islam dari tahun hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah (yang sekarang dikenal dengan “Hijriyah”) sebab hijrah ini memilah antara haq dan batil. Para sahabat Nabi pun sepakat dengan pandangan Sang Khalifah”.
2. Diriwayatkan Imam Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah, “Suatu hari Khalifah Umar didatangai beberapa warga yang membawa bukti kesepakatan tempo hutang hingga Bulan Sya’ban. “Ini Sya’ban tahun kapan? Tahun ini, kemarin, atau tahun depan?”, tanya Khalifah Umar. Akhirnya digelar lah rapat pleno bertopik “pembuatan kalender”. Ada yang mengusulkan, “Bagaimana bila memakai kalender bangsa Persi?” Khalifah tidak berkenan sebab mereka selalu mengganti kalender dengan bergantinya raja. “Bagaimana jika kalender bangsa Romawi?”, usul sahabat yang lain. Khalifah tetap tidak setuju karena penulisan kalendernya dimulai dari Raja Iskandar. Itu terlalu jauh. (Pandangan sahabat pun beralih; dari penggunaan kalender produk asing ke produk sendiri, hingga muncullah berbagai usulan untuk mengawali almanak Islam dengan peristiwa-peristiwa penting di dalamnya) “Bagaimana bila dimulai dari tahun lahir Rasulullah?”, “Tahun pengangkatan kenabian-Nya?”, “Tahun hijrah-Nya?” atau “Tahun wafat-Nya?”. Dengan berbagai pertimbangan Sang Khalifah memilih permulaan kalender Islam dari tahun hijrah Rasulullah ke Madinah."
Kalender Sudah Ditetapkan pada Masa Rasulullah SAW.?
Gagasan pembuatan kalender yang dikemukakan para pakar sejarah begitu deras disampaikan oleh para penerusnya. Namun entah penyampaian yang tidak seimbang ataukah penerimaan pembacanya yang kurang kolektif hingga berakibat adanya pembentukan kalender di masa Rasulullah SAW. sebagai perspektif sebagian sejarawan muslim sedikit terabaikan. Ringkasnya, substansial judul di atas adalah ide pemikiran terbentuknya almanak Islami di zaman Rasulullah SAW. Beliau lah yang menitahkan pembuatan kalender Islam. Kesimpulan ini diabadikan Imam Ibnu Jarir At-Thobari dalam Tarikh-nya, Imam As-Suyuthi dalam As-Syamarikh dan lainnya, juga Imam Ibnu Al-Atsir dalam Al-Kamil walau ia lebih mengokohkan pendapat pertama.
Pijakan konklusi yang mereka ambil ini adalah beberapa data sejarah dengan berbagai jalur Di antaranya diriwayatkan dari Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri dan Abdullah bin Abbas. Seperti:
1. Imam Al-Hakim (321-405 H.) dalam Al-Iklil meriwayatkan dari Ibnu Syihab Az-Zuhri, “Di kala Nabi Muhammad sampai ke Madinah, Beliau memberi perintah untuk membuat kalender. Kemudian ditulislah sebuah kalender yang dimulai dari Bulan Rabi’ul Awal”. Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqallani (773-852 H.) dalam Fath Al-Baarii menilai dalil tersebut adalah riwayat mu’dlol (terdapat dua perawi yang terbuang berurutan). Kelemahan hadits atau riwayat type mu’dlol -seperti disampaikan Dr. Mahmud At-Thohhan- adalah kesepakatan para pakar Ilmu Hadits.
2. Al-Hafidh Ibnu ‘Asakir (499-571 H.) dalam Tarikh Dimasyqa menyebut sebuah riwayat dari Sahabat Anas bin Malik bahwa pembuatan kalender bermula dari saat Rasulullah SAW. tiba di kota Madinah pada Bulan Rabi’ul Awal.
3. Syekh Mahmud Al-‘Aini (762-855 H.) dalam ‘Umdah Al-Qori menulis riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas dengan alur lebih menyentuh, “Tatkala Nabi Muhammad masuk kota Madinah, kala itu Islam tidak memiliki kalender resmi. Pemeluknya semenjak kedatangan Nabi Muhammad mula-mula hanya menghitung satu bulan, dua bulan dan begitu seterusnya hingga Rasulullah wafat lantas terputuslah penghitungan itu. Keadaan demikian terus berlanjut sampai empat tahun kepemimpinan Umar bin Khatthab. Dalam masa ini tercetuslah ide peletakan kalender dengan sistematis.” Kisah semakna juga disampaikan Imam Ibnu Jarir At-Thobari dalam At-Tarikh, Ibnu Al-Atsir dalam Al-Kamil fi At-Tarikh.
4. Imam As-Suyuthi dalam As-Syamarikh berkata, “Syekh Abu Thahir Ibnu Mahmasy Az-Zayyadi dalam As-Syuruth menyebutkan bahwa Rasulullah sudah membubuhkan tanggal dalam surat untuk umat kristiani kota Najran. Beliau menitahkan Sahabat Ali menulis, “Ditulis pada tahun lima hijrah””.
Setidaknya itulah di antara dasar yang mewakili pendapat kedua ini. Sepintas bukti-bukti teks sejarah di atas lebih menguntungkan pandangan ini, terlebih bila menilik keterangan yang diungkapkan Imam As-Suyuthi. Benarkah demikian?
Riwayat pertama jika ditarik ke dalam ilmu periwayatan tidak bisa dijadikan pegangan karena sisi kelemahan jalur (sanad) yang ia sandang (mu’dlol), kendati tidak semua keterangan lemah diacuhkan. Ia masih berkemungkinan; 1. Untuk motivasi dan peringatan (targhib dan tarhib) dengan beberapa catatan, atau 2. Sebagai dasar pijakan hukum bila disokong dalil lain yang sejalur atau semakna. Artinya, riwayat-riwayat berikutnya telah mendukung "status" dalil awal untuk naik pangkat, dan mengklarifikasi adanya peletakan kalender pada era risalah Nabi Muhammad SAW.
Sebuah catatan penting, legalitas uraian dari Syekh Abu Thahir perihal surat Rasulullah SAW. agak sulit dibuktikan berdasarkan beberapa point yang di antaranya:
1. Benar, Rasulullah SAW. sempat berkorespondensi dengan beberapa raja dan penguasa pasca perjanjian di Hudaibiyah, tapi tidak satu surat pun diperuntukkan pemimpin kota Najran.
2. Pernah terjadi korespondensi antara Rasulullah SAW. dan para uskup kota Najran, pengutusan delegasi, tantangan sumpah Mubahalah (QS. Ali Imran: 59-61) dan berujung kesepakatan penunaian jizyah. Namun surat itu tidak menyantumkan tanggal, dan kejadian itu di akhir tahun 9 H. atau tahun 10 H. yang dikenal dengan ‘Am Al-Wufuud (tahun pengutusan delegasi skala besar), bukan 5 H. Demikian pemaparan Imam Ibnu Qoyyim Al-Jawziyyah (691-751 H.) dalam Zad Al-Ma’ad.
3. Sejauh ini hanya Imam As-Suyuthi yang menyinggung riwayat itu. Adalah kejanggalan bila satu bukti penting dalam menyingkap tabir momen pembuatan kalender Islam luput begitu saja oleh pena para pakar sejarah muslim. Bahkan Imam Ibnu Jarir At-Thobari yang mengunggulkan pendapat kedua ini sama sekali tidak menyinggung keterangan tersebut. Sehingga dimulainya penetapan kalender pada tahun ke-5 H. sebagaimana riwayat terakhir masih diragukan.
Bulan Pertama Kalender Hijriyah
Sejarah terkait waktu hijrah Rasulullah SAW. ke Madinah sudah tidak asing lagi di kalangan umat Islam, yaitu di Bulan Rabi’ul Awal. Sementara ini belum diketahui adanya penentangan dalam masalah itu. Bila memang begitu, mengapa kalender hijriyah dimulai dengan Bulan Muharram, bukan Rabi’ul Awal?
Menjawab itu kembali terjadi silang pendapat di meja bundar kajian para ulama. Imam As-Suhaili (508-581 H.) dan lainnya mengutip pernyataan Imam Malik (93-179 H.), "Sepatutnya awal kalender hijriyah adalah Bulan Rabi’ul Awal karena disitu lah terjadinya peristiwa hijrah.” Allah SWT. berfirman:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُوْمَ فِيْهِ. (التوبة: 108)
“Sungguh masjid yang dibangun di atas ketaqwaan sejak hari pertama lebih berhak Engkau berdiri di dalamnya.” (QS. At-Taubah: 108), menurut analisa As-Suhaili; ayat ini turun berkenaan dengan masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW. kala awal memasuki kota Madinah (Masjid Quba). Al-Qur’an menyifati waktu peletakan batu pertama masjid tersebut sebagai "hari pertama”. Itulah hari pertama sejarah baru dan lembaran baru pasca hijrah (lihat; Ar-Raudl Al-Unuf). Membaca pendapat Imam Malik, Imam Ibnu Katsir (lihat; As-Sirah An-Nabawiyyah) menilainya sebuah cara pandang kontekstual, meski implementasinya lebih pada pendapat mayoritas ulama yang menarik kesimpulan Muharram adalah awal tahun hijriyah dengan beberapa argumen, antara lain:
a. Tidak ada ketentuan dari Rasulullah SAW. untuk masalah ini.
b. Ayat di atas tidak tegas membicarakan penentuan awal tahun hijriyah.
c. Kesepakatan para sahabat Nabi Muhammad SAW. di era Khilafah Umariyyah.
d. Imam Sa’id bin Manshur (w. 227 H.) dan Al-Baihaqi (384-458 H.) meriwayatkan dari Sahabat Ibnu Abbas, “Allah SWT. berfirman:
والفجر. (الفجر:1)
“Demi fajar.” (QS. Al-fajr:1) yaitu fajar Bulan Muharram. Itulah fajar tahun baru Islam.”
e. Ide hijrah muncul di Bulan Muharram meski izin resmi ke-Tuhan-an baru turun di Bulan Rabi’ul Awal.
f. Bulan Muharram termasuk satu dari empat Asyhur Al-Hurum, dan Muharram adalah bulan pertama kalender bangsa Arab pra-Islam.
Konklusi
Premis-premis -baik minor ataupun mayor- yang sedikit panjang di atas sekiranya cukup guna menarik benang konklusinya. Dalam memulai pengambilan kesimpulan perlu kiranya mengakui kekuatan masing-masing bukti data dua kubu pendapat, antara pembuatan kalender di zaman Rasulullah SAW. ataukah di era kekhalifahan Sahabat Umar yang berarti dua pendapat itu tidak dapat diabaikan, melainkan mengambil opsi kompromi atara keduanya.
Seluruh uraian dan pemaparan di atas mendefinisikan bahwa kodifikasi kalender hijriyah bukan murni karya Khilafah Umariyyah sebab saat awal memasuki kota Madinah sudah ada titah resmi dari Rasulullah SAW. guna membentuk kalender yang diaplikasikan dengan format yang kurang sistematik. Sehingga kebijakan Khalifah Umar kala itu untuk menindak-lanjuti titah kerasulan Muhammad SAW. tersebut. Berkat kapabelitas dan kompetensi para sahabat Nabi Muhammad SAW. di bawah pengawasan Sang Khalifah serta optimalisasi usaha dalam mensinergikan dalil-dalil, finalnya terbentuklah “Kalender Hijriyah”; kalender resmi Islam yang penghitungannya bermula sejak hijrah Rasulullah SAW. ke Madinah dan Muharram sebagai bulan pembukanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar