Rabu, 11 Januari 2017

Mengenal Prof. Habib Abdulloh bin Muhammad Baharun


Mengenal Prof. Habib Abdulloh bin Muhammad Baharun;
Permata Tersembunyi di Lembah Hadhramaut
Oleh : Munandar Harist

Namanya memang tidak semasyhur Habaib (bentuk plural dari Habibketurunan nabi Muhammad S.A.W) lain dari provinsi Hadhramaut. Namun seperti keelokan yaqut, keindahan dan kecantikannya tidak bisa disadari oleh setiap orang.
Bila selama ini kita hanya mengenal nama-nama seperti Habib Umar bin Hafidz dan Habib Salim Asy-Syatiri sebagai ulama dan cendikiawan muslim dari lembah Hadhramaut, maka perkenalkanlah seorang tokoh yang lain. Beliau adalah Abdullah Muhammad Abdurrahman Baharun. Lahir di kota Syihir, 1 Januari 1956. Habib Abdullah kecil pada akhirnya tumbuh menjadi seorang cendikiawan muslim seperti ulama lainnya. Menjelang usianya yang keenam puluh satu tahun ini, tidak terasa hampir 20 tahun sudah beliau menanggung amanat sebagai rektor sebuah universitas di provinsi Hadhramaut, Al-Ahgaff University.
            Terlahir di tengah-tengah keluarga yang taat beragama, Habib Abdullah nyatanya memang memiliki kesamaan dengan orang-orang saleh Hadhramaut lain pada umumnya. Secara pribadi, beliau lahir dan dibesarkan di tengah lingkungan yang berfaham akidah ahlussunah wal jamaah. Tanpa menganggap remeh mazhab lain, beliau mengambil mahzab Syafi’i sebagai mazhab fikihnya dan tarekat Ba’alawi sebagai jalan tasawufnya. Hal ini menyebabkan Habib Abdullah cenderung jauh dari kata kontroversial.

Antara Habib Abdullah, Cinta dan Indonesia
            “Beliau terkadang bilang, Indonesia ini punya hubungan yang sangat erat dengan Hadhramaut, khususnya Ahlulbait. Sebagaimana para salaf datang menyebarkan Islam di Indonesia, beliau berusaha agar hubungan itu tetap terjaga,ujar salah seorang murid yang cukup dekat dengan beliau.
            Cerita tentang kecintaan Habib Abdullah terhadap Indonesia memang sudah tidak dapat diragukan lagi. Terlebih terhadap para penuntut ilmu, Habib Abdullah tidak segan-segan menganggap pelajar Indonesia sebagai putra-putrinya. Fakta yang paling nyata adalah sikap beliau manakala terjadi evakuasi besar-besaran ketika terjadi konflik Syiah Houthi dan pemerintah Yaman di tahun 2015.
            Dengan segala kebijaksanaanya, Habib Abdullah mengizinkan para pelajar di universitasnya pulang ke Indonesia untuk menentramkan hati orang tua mereka. Selang beberapa bulan, melihat realita tidak ada kepastian sikap dari pemerintah Indonesia, Habib Abdullah memutuskan berangkat ke Indonesia. Beliau mencari bantuan sedemikian rupa hingga terwujudlah kelas darurat yang diselenggarakan di kota Gresik agar pendidikan para mahasiswanya tidak terbengkalai begitu saja.
            Selama hampir setahun berdomisil di Indonesia, Habib Abdullah kerap kali mengisi seminar di berbagai pondok pesantren, lembaga pendidikan, hingga majelis dan kajian-kajian Islami. Hal ini sengaja beliau lakukan semata-mata demi kecintaannya terhadap ilmu dan juga Indonesia. “Beliau ini bukan orang Indonesia. Tapi begitu cinta dengannya. Bahkan beliau itu memikirkan Indonesia,” aku Buya Yahya dalam sebuah majlis.
            Setidaknya, ada dua aspek yang sangat sering beliau tekankan dalam berbagai kesempatan. Aspek pertama adalah aspek cinta. Aspek ini meliputi cinta terhadap apa saja berikut realisasinya. Cinta terhadap keluarga berikut bentuk ucapan terimakasih kita. Pun juga cinta terhadap Nabi Muhammad berikut bentuk ketaatan kita kepadanya dan lain sebagainya.
            Aspek lain yang tak kalah penting adalah aspek ideologi. Beliau kerap kali memberikan penekanan terhadap hal tersebut. Bukan sebuah hal yang mengherankan, mengingat dewasa ini berbagai ideologi menyimpang semakin gencar dan bebas berkeliaran di Indonesia khususnya.
            Meskipun terkesan tidak mengenal kompromi terhadap ideologi menyimpang, Habib Abdullah pada kenyataannya adalah sosok yang ramah. Pembawaannya yang murah senyum membuat kita senang memandangi wajahnya. Sikap moderat, toleran dan kecerdasan interaksi dan pemikirannya sangat dikagumi di Indonesia dan Malaysia. Hal inilah yang membuat beliau kerapkali dianggap sebagai orang saleh.
            Memang, sampai saat ini Habib Abdullah tidak memiliki popularitas ulama tingkat dunia. Karena memang bagaimanapun bukan itu hal yang beliau cari. Seperti sebuah yaqut—yang mana keindahan dan nilai berharganya tidak dapat diketahui semua orang—Habib Abdullah dan segala pesonanya bersifat mastur, tertutup tidak terkenal.


*Tulisan ini telah dimuat dalam majalah an-Nadwa PPI Hadhramaut-Yaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar