Mengenal Prof. Habib Abdulloh bin Muhammad Baharun
Mengenal Prof. Habib Abdulloh
bin Muhammad Baharun;
Permata Tersembunyi di
Lembah Hadhramaut
Oleh
: Munandar Harist
Namanya memang
tidak semasyhur Habaib (bentuk plural dari Habib—keturunan nabi Muhammad
S.A.W) lain dari provinsi Hadhramaut. Namun seperti keelokan yaqut, keindahan
dan kecantikannya tidak bisa disadari oleh setiap orang.
Bila selama ini
kita hanya mengenal nama-nama seperti Habib Umar bin Hafidz dan Habib Salim
Asy-Syatiri sebagai ulama dan cendikiawan muslim dari lembah Hadhramaut, maka perkenalkanlah
seorang tokoh yang lain. Beliau adalah Abdullah Muhammad Abdurrahman Baharun. Lahir
di kota Syihir, 1 Januari 1956. Habib
Abdullah kecil pada akhirnya tumbuh menjadi seorang cendikiawan muslim seperti
ulama lainnya. Menjelang usianya yang keenam puluh satu tahun ini, tidak terasa
hampir 20 tahun sudah beliau menanggung amanat sebagai rektor sebuah
universitas di provinsi Hadhramaut, Al-Ahgaff University.
Terlahir
di tengah-tengah keluarga yang taat beragama, Habib Abdullah nyatanya memang memiliki
kesamaan dengan orang-orang saleh Hadhramaut lain pada umumnya. Secara pribadi,
beliau lahir dan dibesarkan di tengah lingkungan yang berfaham akidah
ahlussunah wal jamaah. Tanpa menganggap remeh mazhab lain, beliau mengambil
mahzab Syafi’i sebagai mazhab fikihnya dan tarekat Ba’alawi sebagai jalan
tasawufnya. Hal ini menyebabkan Habib Abdullah cenderung jauh dari kata
kontroversial.
Antara Habib Abdullah, Cinta dan
Indonesia
“Beliau
terkadang bilang, Indonesia ini punya hubungan yang sangat erat dengan Hadhramaut,
khususnya Ahlulbait. Sebagaimana para salaf datang menyebarkan Islam di
Indonesia, beliau berusaha agar hubungan itu tetap terjaga,” ujar salah seorang murid
yang cukup dekat dengan beliau.
Cerita
tentang kecintaan Habib Abdullah terhadap Indonesia memang sudah tidak dapat
diragukan lagi. Terlebih terhadap para penuntut ilmu, Habib Abdullah tidak
segan-segan menganggap pelajar Indonesia sebagai putra-putrinya. Fakta yang
paling nyata adalah sikap beliau manakala terjadi evakuasi besar-besaran ketika
terjadi konflik Syiah Houthi dan pemerintah Yaman di tahun 2015.
Dengan
segala kebijaksanaanya, Habib Abdullah mengizinkan para pelajar di
universitasnya pulang ke Indonesia untuk menentramkan hati orang tua mereka.
Selang beberapa bulan, melihat realita tidak ada kepastian sikap dari
pemerintah Indonesia, Habib Abdullah memutuskan berangkat ke Indonesia. Beliau
mencari bantuan sedemikian rupa hingga terwujudlah kelas darurat yang
diselenggarakan di kota Gresik agar pendidikan para mahasiswanya tidak
terbengkalai begitu saja.
Selama
hampir setahun berdomisil di Indonesia, Habib Abdullah kerap kali mengisi
seminar di berbagai pondok pesantren, lembaga pendidikan, hingga majelis dan
kajian-kajian Islami. Hal ini sengaja beliau lakukan semata-mata demi
kecintaannya terhadap ilmu dan juga Indonesia. “Beliau ini bukan orang Indonesia. Tapi begitu cinta
dengannya. Bahkan beliau itu memikirkan Indonesia,” aku Buya Yahya dalam sebuah
majlis.
Setidaknya,
ada dua aspek yang sangat sering beliau tekankan dalam berbagai kesempatan.
Aspek pertama adalah aspek cinta. Aspek ini meliputi cinta terhadap apa
saja berikut realisasinya. Cinta terhadap keluarga berikut bentuk ucapan
terimakasih kita. Pun juga cinta terhadap Nabi Muhammad berikut
bentuk ketaatan kita kepadanya dan lain sebagainya.
Aspek
lain yang tak kalah penting adalah aspek ideologi. Beliau kerap kali memberikan
penekanan terhadap hal tersebut. Bukan sebuah hal yang mengherankan, mengingat
dewasa ini berbagai ideologi menyimpang semakin gencar dan bebas berkeliaran di
Indonesia khususnya.
Meskipun
terkesan tidak mengenal kompromi terhadap ideologi menyimpang, Habib Abdullah
pada kenyataannya adalah sosok yang ramah. Pembawaannya yang murah senyum membuat
kita senang memandangi wajahnya. Sikap moderat, toleran dan kecerdasan
interaksi dan pemikirannya sangat dikagumi di Indonesia dan Malaysia. Hal
inilah yang membuat beliau kerapkali dianggap sebagai orang saleh.
Memang,
sampai saat ini Habib Abdullah tidak memiliki popularitas ulama tingkat
dunia. Karena memang bagaimanapun bukan itu hal yang beliau cari. Seperti
sebuah yaqut—yang mana keindahan dan nilai berharganya tidak dapat diketahui
semua orang—Habib Abdullah dan segala pesonanya bersifat mastur, tertutup
tidak terkenal.
*Tulisan ini
telah dimuat dalam majalah an-Nadwa PPI Hadhramaut-Yaman
Tidak ada komentar: