Ayah Yang Bertanya
Dinukil oleh Nur Huda Hilda
Pada suatu petang seorang tua
bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk
berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.
Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah
lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya, “Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak. Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus
kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya
kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat, “Itu
burung gagak, Ayah!” Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan
yang sama.
Si anak merasa agak keliru dan
sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan
lebih kuat, “BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama
kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat
si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,
“Itu gagak, Ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi
membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak
benar-benar hilang sabar dan menjadi marah. “Ayah!!! Saya tak tahu ayah paham
atau tidak. Tapi sudah 5 kali ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah
juga memberikan jawabannya. Apalagi yang Ayah mau saya katakan? Itu burung
gagak, burung gagak, Ayah”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah lalu bangun menuju ke dalam
rumah meninggalkan si anak yang kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar
lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang
masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama. “Coba kau
baca apa yang pernah ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf
yang berikut. “Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima
tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus
menunjuk ke arah gagak dan bertanya, “Ayah, apa itu?” Dan aku menjawab, “Burung
gagak.” Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap
kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya
demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi
perasaan ingin tahunya. “Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang
berharga untuk anakku kelak.”
Setelah selesai membaca paragraf
tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu.
Si ayah dengan perlahan bersuara, “Hari ini ayah baru bertanya kepadamu soal
yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.” Lalu si
anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon
ampun atas apa yg telah ia perbuat.
PESAN: Jagalah hati dan perasaan
kedua orang tuamu, hormatilah mereka. Sayangilah mereka sebagaimana mereka
menyayangimu di waktu kecil. Kita sudah banyak mempelajari tuntunan Islam
apalagi berkenaan dengan berbakti kepada kedua orangtua.Tapi berapa banyak yang
sudah dimengerti oleh kita apalagi diamalkan??? Ingat! ingat! Banyak ilmu
bukanlah kunci masuk syurganya Allah.
Tidak ada komentar: