Zakat
Oleh: Mustofa Al-Muhdhor Mahasiswa Tingkat III Universitas
Al-Ahgaff
Sifat kikir
adalah penyakit lama yang terdapat pada tabiat manusia, yang merujuk kecintaan
seseorang pada dirinya sendiri dan antusiasnya untuk maslahat individu, dan
sifat tersebut akan melabui seseorang di kemudian hari untuk terus menyimpan
harta, terlebih mengumpulkan tiada henti.
Agama Islam tidak
menuntut seseorang untuk zuhud di urusan pribadinya, akan tetapi Islam
sangat ingkar apabila sifat tersebut berubah menjadi acuh tak acuh dengan orang
lain, seperti kehilangan rasa dengan hak orang sekitar. Dan mungkin ini titik
yang krusial perbedaan antara manusia dan binatang. Jelas binatang tidak
bergerak kecuali sesuai kode kelezatan dan kesakitan, dan mereka berindividu
hanya karna untuk memenangkan kekuatannya. Kesimpulannya pengetahuan mereka
tidaklah melewati dasar ini. Manusia bisa dibilang hampir mirip seperti hewan
tatkala pagi dan senjanya hanya berkeliuk di urusan pribadinya dan hilang rasa
pedulinya dengan yang lain.
Islam datang dan
melepaskan sifat berindividu dari manusia, dan menjadikannya porsi dari
struktur serta wujud kolestif atau jasad yang satu, serta memberi pengertian
bahwa sesungguhnya iman menuntut timbulnya kecintaan serta kepedulian kepada
orang lain dan menghormati hak-hak sosial. Allah berfirman di dalam alqur'an:
وَمَنْ
يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang orang yang beruntung”.
Berbicara tentang
zakat adalah cabang dari pembersihan tabiat dari sifat kikir, serta menanamkan
rasa ukhuwah yang saling menyayangi, peduli dan sosialis.
Banyak orang
yang berlebihan dalam menerapkan undang-undang kepedulian dan sifat sosialis.
Sampai-sampai ada sebagian dari mereka yang diwajibkan untuk menanggung sepuluh
kepala yang diambil dari gaji perbulannya. Jelas sekali Islam sangatlah bersih
dari sifat rakus dan zalim seperti ini.
Zakat adalah
pembersihan individu dan sosial sebelum menjadi pembantu materi, Allah
berfirman di dalam surat At-Taubah (103):
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Belum ditemukan
undang-undang dari zaman dahulu hingga sekarang yang sangat antusias dan peduli
dalam masalah zakat dan sedekah seperti antusias Islam dan pedulinya terhadap
undang-undang tersebut. Di dalam Al-Quran dan Hadits banyak sekali pesan yang
Islam sampaikan dan bisa disimpulkan, Islam sangat peduli untuk membumikan
kebaikan dan keelokan hidup, di samping itu Islam juga sangat menolak
kemiskinan yang bisa berujung menjadi malapetaka. Islam sangat peduli dan ingin
mewarnai kehidupan dengan senyuman ridha yang terpancar dari setiap mulut.
Dari zaman
dahulu manusia hidup berindividu dan sangat enggan untuk mengeluarkan uang dari
simpanannya.
Al-Habib Syauqi
Al-Muhdhor seorang mahasiswa fakultas syariah, Universitas Al-Ahgaff, yang sekarang
duduk di semester akhir pernah menulis di salah satu artikelnya yang berjudul "cara
islam mengatasi orang miskin".dan bercerita serta membandingkan antara
peradaban-peradaban dahulu dengan peradaban Islam dalam mengatasi kemiskinan
sosial. Dia berkata dalam artikelnya, Orang orang miskin pada peradaban
terdahulu.
Sejak dahulu,
manusia telah mengenal sesuatu yang benama kesusahan dan kemelaratan dan dalam
masa masa paceklik itu tiada pernah terlepas dari seseorang yang menyerukan
kepada rasa kemanusiaan, meringankan kesusahan yang ada pada sesama manusia.
Selain kehidupan
yang dijalani orang orang susah dari zaman ke zaman merupakan coreng hitam di
wajah indah kemanusiaan, adalah masyarakat yang tidak terikat oleh seruan yang
diutarakan para orang orang bijak dan para pemikir, manusia hidup dengan tanpa
aturan pasti yang mengikat serta mengharuskan mereka.
Dan sepanjang
perjalanan sejarah kita akan mendapati dua kelompok besar yang sangat mencolok,
orang orang kaya yang berkecukupan dan orang orang melarat yang serba
kekurangan, serta tidak adanya rasa kepedulian dari orang orang yang berkecukupan
tadi untuk membantu orang orang susah.
Mesir di masa
lampau adalah tanah yang terberkati. Kekayaan alamnya mampu mencukupi skala
berkali kali lipat jumlah penduduknya, akan tetapi orang orang miskin hampir
tidak bisa mendapat kebutuhan hidup mereka, sebab orang orang kaya di zaman itu
tiada meninggalkan sesuatu untuk mereka kecuali sampah yang tidak berguna,
tidak menyehatkan dan tidak mengenyangkan, sampai ketika masa paceklik datang
orang orang miskin, demi mempertahankan kehidupan menjual diri mereka kepada
orang orang kaya, hingga mereka berada pada suatu titik paling hina.
Begitu pula
peradaban Babilonia, orang orang miskin tiada mendapat jatah dari kekayaan
tanah mereka. Peradaban Yunani pun tidak lebih baik, diceritakan orang orang
melarat di sana sampai pada batasan diseret menggunakan tali demi melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang hina. Mereka disembelih dengan semudah menyembelih
hewan
Peradaban sparta,
yang hanya menyisakan sepetak tanah tandus untuk orang orang miskin sampai
kebutuhan hidup mereka tak terpenuhi. Di Athena orang orang miskin dijual
seperti budak jika tak mampu membayar hutang hutang mereka
Roma yang
digadang-gadang sebagai pusat peradaban, di sana tampak sangat jelas perbedaan
antara orang orang kaya dan orang miskin yang hidup di kasta paling rendah.
Orang kaya bertambah kaya dan miskin bertambah miskin, pada masa itu nyaring
terdengar: biarlah binasa orang orang miskin, biarlah mati dalam kelaparan jika
mereka enggan berangkat ke medan pertempuran.
Ketika Roma runtuh dan kerajaan
kerajaan Eropa tumbuh keadaan bertambah buruk, mereka dijual seperti sepetak
tanah seperti benda. Tidak mencerminkan rasa kemanusiaan.
Perhatian kepercayaan kepercayaan dan upaya mereka
menyantuni orang miskin.
Pada
kenyataannya seluruh kepercayaan (walaupun yang tiada berkaitan dengan wahyu
samawi) tidak pernah lalai dalam memperhatikan sisi kemanusiaan yang satu ini,
sebab tidak akan terwujud persaudaraan ataupun kehidupan sejahtera jikalau sisi
ini tidak ditekankan.
4000 tahun silam,
Al-Hammuraby / Ammuraby raja keenam dari Dinasti Babilonia pertama (memerintah
1792-1750 SM) telah menggalakkan kebijakan semacam ini yang dikenal sampai
sekarang dengan sebutan Piagam Hammuraby (Codex Hammurabi).
Pada tahun 1901,
arkeolog Perancis menemukan piagam tersebut ketika melakukan penggalian di
bawah reruntuhan bekas kota kuno Susa, Babilonia.
Al-Hammuraby menyatakan bahwa dirinya diutus dewa dewa ke
dunia ini untuk mencegah penindasan terhadap orang orang lemah, dan menjamin
kesejahteraan bagi umat manusia.
Ribuan tahun
lalu orang orang di Mesir Kuno memiliki keyakinan bahwa mereka telah menunaikan
kewajiban agama ketika mereka berkata: aku telah memberi roti bagi orang yang
kelaparan, dan aku telah memberi baju orang orang yang telanjang, aku adalah
ayah dari anak anak yatim & suami para janda.
Sampai titik
tersebut belum ada yang benar-benar serius dalam mengatur undang-undang zakat.
Sampailah datangnya nabi Muhammad SAW dengan agama Islam, dan berkoar-koar atas
kepentingan zakat. Sampai di titik apabila butuh memerangi orang yang melarang
zakat akan dihunuskan pedang atas nama kemulian Islam dan kepentingan zakat.
Sebagai mana hal tersebut di lakukan Khalifah pertama Abu Bakar Siddiq RA.
Dengan kesimpulan
zakat adalah undang-undang yang sangat agung di agama kita yang agung. Yang
telah menjaga sosial Islam dari gempa paceklik yang merobohkan peradaban lain.
Akan tetapi perkara ini perlu lebih pembelajaran dan implementasinya, serta
menetapkan hak-hak yang telah ditentukan, dan menyampaikan atau membagikannya dengan
cara yang sangat bagus.
Sebagai penutup
harus diingatkan. Disana wajibnya terbentuk dewan pengurus yang terbentuk dari
para pakar fiqh dan pakar ekonomi yang bekerja dalam menerjemahkan
istilah-istilah fuqoha terdahulu dalam bentuk kontemporer dan bahasa
yang bisa difahami oleh awam. Seperti berapa 20 mitsqal apabila dirupiahkan
atau berapa berat dari emas yang wajib dizakati, dan berapakah 5 wasaq
dari tanaman-tanaman yang terkena zakat dalam gambaran kilo atau kintalnya. Hal
ini yang harus diprioritaskan ulama kontemporer di zaman ini,sesuatu yang
esensial dalam kehidupan. Sudah bukanlah saatnya untuk memperdebatkan maulid, tahlilan,
ziaroh sedangkan dasar pondasi Islam terkikis dalam gambaran hampir roboh.
Apabila ulama menguatkan akan ajaran dasar-dasar Islam maka akan terbukti
kembali kejayaan Islam dan warna kedamaiannya yang hampir sirnah disapu
kekejaman fitnah akhir zaman.
Tidak ada komentar: