Mahalnya Hidayah
Tidaklah cukup hafal Al-Qur'an dan
hadist. Kisah nyata ini pernah dituturkan oleh Habib Quraisy bin Qosim Baharun
Cirebon, dari kisah perjalanannya tahun 1996 silam. Semoga menjadi pelajaran
berharga bagi kita, betapa berharganya iman dan Islam bagi kita.
Kala itu sebuah pesawat melintasi
daratan benua Afrika, atmosfer dan lautannya beserta biosfernya yang rumit.
Sayap pesawat nan kokoh melibas
setiap awan yang ada dihadapannya. Penumpang pesawat duduk tenang di kursi
empuk sambil menikmati sesuatu yang nyaman baginya sembari menunggu pesawat itu
lending pada bandara tujuan selanjutnya.
Diantara penumpang pesawat itu
ialah Habib Quraisy serta seorang ibu Tua berpakaian penutup jilbab
disebelahnya. Usia ibu tua itu berkisar sekitar 65 atau 70 tahun. Di dalam
perjalanan ibu Tua itu menyapa Habib Quraisy dan menanyakan tempat tujuannya
dengan berbahasa Arab yang fasih. “Kemana Anda akan pergi?” Tanya Ibu Tua itu.
“Saya akan transit ke Yordan kemudian melanjutkan perjalanan
ke Yaman”. Jawab Habib.
“Dimana asal Anda?” Tanya ibu Tua itu kembali juga dengan
bahasa Arab yang sangat fasih.
Habib jawab “Saya berasal dari Indonesia”.
Mengetahui Habib Quraisy orang
Indonesia, sejurus ibu Tua mentranslate bahasanya dengan bahasa Indonesia.
Padahal dari perbincangannya Ia mengetahui bahwa ibu Tua itu sendiri adalah
wanita kelahiran Jerman dan warga Negara Jerman.
Pada gilirannya ibu Tua itu lantas berbahasa Indonesia yang
amat fasih pula. Lalu bertanya lagi.
“Adik di Indonesia dimana?” Habib Quraisy katakan; “Saya di
Jawa”.
Tak ubahnya seperti mengetahui
sesuatu, Ibu itu lantas merubah dialognya dengan menggunakan bahasa Jawa yang
dialegnya sangat halus dan hampir-hampir Habib Quraisy tidak paham dan Ia
katakan pada Ibu itu “Luar biasa, Ibunda begitu banyak menguasai bahasa sampai
bahasa Indonesia dan Jawa sekalipun, padahal Anda orang Barat”.
Ibu Tua itu hanya tersenyum bijak
sambil berkata “Saya ‘Alhamdulillah’ menguasai sebelas bahasa dan dua puluh
bahasa daerah”.
Silih waktu dari perbincangan Habib
Quraisy bersama Ibu Tua itu mengarah kepada hal-hal yang berkaitan dengan
agama. Wanita Tua itu mulai mengupas pembahasan Al Qur’an dengan indah dan
mahirnya. Habib pun penasaran atas kehebatannya menjelaskan Al Qur’an dan
bertanya “Apakah Ibunda hafal Al Qur’an?”
Beliau menjawab “Ya, saya telah
menghafal Al Qur’an dan saya rasa tidak cukup hanya menghafal Al Quran sehingga
saya berusaha menghapal Tafsir Jalalain dan saya pun hafal”. Tidak sampai
disitu saja, Ibu Tua itu melanjutkan bicaranya “Namun Al Qur’an harus
bergandengan dengan hadist. Sehingga saya kemudian berupaya lagi menghafal
hadist tentang hukum sehingga saya hafal kitab hadist Bulughul Marom di luar
kepala”. “Lantas saya masih belum merasa cukup, karena di dalam Islam bukan
hanya ada halal dan haram tapi harus ada fadhailul amal, maka saya pilih kitab
Riyadhus Sholihin untuk saya hafal dan saya hafal”. Kata Ibu itu menuturkan
pendalamannya tentang Islam kepada Habib Quraisy.
Dan lagi Ibu itu kembali bertutur
“Di sisi agama ada namanya tasawuf, maka saya cendrung pada tasawuf sehingga
saya memilih kitab Ihya Ulumuddin dan sampai saat ini saya sudah 50 kali
mengkhatamkan membacanya. Saking seringnya saya membaca Ihya Ulumuddin
sampai-sampai Bab Ajaibul Qulub saya hafal di luar kepala”.
Habib Quraisy terperangah melihat
kehebatan dan luar biasanya Ibu Tua itu. Namun karena tidak mau percaya begitu
saja, Habib pun akhirnya mencoba mentest kebenaran perkataannya. Apakah benar
Ia telah hafal Al Qur’an? Apakah benar Ia menguasai Tafsir Jalalain tentang
asbabunnuzul dan qaul Ibnu Abbas?
Setelah melalui beberapa
pertanyaan. Ternyata memang benar Ibu itu hafal Al Qur’an bahkan Ia mampu
menjawab tafsirnya dengan mahir dan piawai. Ketika Habib mengangkat
permasalahan ihya mawat yang ada di dalam kitab Bulughul Maram Ibu Tua itu pun
menjabarkannya cukup jelas.
Ketika Habib membahas tentang
hadist Riyadhus Sholihin maka Ibu Tua itu menyebutka sesuai apa yang disebutkan
dalam kitab Dalailul Falihin sebagai syarah kitab hadist tersebut. Dan lagi Ia
menjelaskan masalah hati psikologi berbasis kitab Ihya Ulumuddin pada pasal
ajaibul qulub. Kembali Habib dibuat heran akan kehebatan Ibu Tua itu dan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Menurutnya, sejauh ini selain gurunya Habib
belum pernah menemukan orang sekaliber Ibu yang ada duduk di sampingnya.
Pesawat mendarat lending di
airport. Ketika pesawat itu sudah benar-benar berhenti para penumpang semuanya
menyiapkan diri termasuk barangnya bawaannya menuruni pesawat. Begitu pula Ibu
itu mengambil tasnya yang di ada di kabin, karena sudah merasa kenal Habib
mencoba bantu mengambilkan tas itu dan menurunkan tiga tas ke lantai pesawat.
Subhanallah, ketika ibu itu
menunduk untuk mengambil tas itu ternyata keluar dari bilik jilbabnya seutas
kalung yang bertanda palang salib. Seperti petir menyambar di siang bolong,
Habib Quraisy menunduk dengan lemah. Ibu itu hanya tersenyum dan mengatakan
“Akan saya jelaskan kepadamu nanti di hotel”.Seperti katanya habib akan transit
dulu selama satu hari satu malam, pun Ibu Tua itu. Maka di ruang receptioner
(ruang tunggu) Ia tunjukkan nomor kamarnya kepada Habib dan kemudian berjanji
untuk bertemu di ruang lobi restaurant.
Sesuai kesepakatan keduanya
akhirnya bertemu. Kepada Habib Quraisy Ibu itu mengatakan “Saya bukan orang
Kristen, mengapa saya keluar dari Kristen?, karena saya menganggap Kristen itu
hanya dongeng belaka. Dan kalung ini bukan berarti saya Kristen, tapi kalung
ini adalah pemberian almarhumah ibu saya”. Ibu Tua itu pun mengatakan bahwa Ia
telah mempelajari beberapa agama, Kristen, Hindu juga Islam. Ia juga sempat
mengungkapkan ketertarikannya mengenai keagungan yang ada di bilik wahyu Allah
Swt dan hadits Nabi Muhammad SAW.
“Ibu apa agamanya sekarang ?” Habib
bertanya. Dia katakan “Saya tidak beragama”. “Seandainya Ibu masuk agama Islam,
begitu membaca syahadat, ibu akan langsung mendapat titel kiyai haji”. Karena
demikian luas ilmu yang ia miliki kata Habib. Ia menjawab “Mungkin karena saya
belum dapat hidayah dari Allah”
Habib Quraisy sempat menetaskan air
mata bersyukur kepada Allah SWT, bagaimana orang seperti dia yang sudah hafal
Al Qur’an dan lain sebagainya belum Allah izinkan untuk beriman kepada-NYA.
Sementara kita tanpa usaha apapun, telah dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi
seorang yang muslim.
Demikian kisah ini. Semoga yg
membaca dan yang turut merilis kisah ini, dapat mengambil iktibar betapa
bersyukurnya kita telah dianugrahkan iman. Semoga Iman, Islam kita semakin
bertambah kuat sampai ajal menjemput, sehingga kita termasuk orang yang husnul
khotimah.
Tulisan 'Mahalnya Hidayah', yg dituturkan Habib Quraisy bin
Qosim Baharun. Mungkin orang yg dimaksud
namanya Ann Marie Schimmel seorang ahli terkemuka dalam literature Islam
& mistisisme (tasawuf), sebagai professor mengajar di 3 Universitas
terkenal di 3 Negara berbeda, dikenal
memiliki ingatan fotografis.
Wafat pada tahun 2003 dengan usia 80 tahun, entah bagaimana
tentang keimanannya pada akhir umur nya, wallahu a`lam.
Tidak ada komentar: